Perkembangan Google+, Sosial Media Yang Terlupakan

Platform jejaring sosial Google Plus akhirnya tiba di penghujung usianya. Google telah resmi menutup semua layanan Google Plus mulai 2 April 2019, yang sebelumnya telah meminta seluruh pengguna untuk menyalin data-data pentingnya dari sana.

Melihat perkembangan Google Plus sejak didirikan pada 28 Juni 2011, jejaring sosial ini seolah menjadi kota hantu. Alasannya, ada banyak pengguna yang terdaftar namun tidak ada aktivitas di sana.

Awalnya, Google Plus diluncurkan sebagai proyek yang digadang-gadang menjadi pesaing berat Facebook dan Twitter yang telah mendominasi bisnis media sosial saat itu.

Tetapi apa yang terjadi saat ini? Google Plus menyerah. Facebook dan Twitter masih terus berjaya dan tidak tergoyahkan menjadi media sosial terpopuler pada masa ini.

Selain sepi pengguna aktif, kebocoran data profil pengguna Google Plus yang ternyata telah terjadi sejak 2015 turut memicu penutupan layanan tersebut.

Untuk mengenang masa-masa yang dilalui oleh Google Plus, mari melihat perjalanan media sosial ini dari awal bisnis berdiri, masa berjuang, hingga resmi ditutup.

Ketika diluncurkan untuk pertama kalinya, Google Plus langsung dipimpin oleh Vic Gundotra dan Bradley Horowits. Kala itu, media sosial ini sudah memiliki beberapa fitur, seperti Circles, Sparks, dan video chat, yang nantinya akan berpisah menjadi aplikasi mandiri bernama Hangout.

Google Plus awalnya hanya tersedia untuk sekelompok pengguna Google tertentu. Mereka ini kemudian bisa mengajak teman bergabung dalam jaringan dan memungkinkan mereka berbagi serta berkomentar terkait status, foto, dan lain sebagainya, mirip Facebook.

Setelah tiga tahun berdiri, Google Plus berhasil mencatat jumlah pengguna sebanyak lebih dari 500 juta akun. Angka itu menjadi salah satu hal yang membanggakan.

Jumlah yang meroket itu juga berkat penggabungan dengan layanan Gmail, Google Play Game, hingga YouTube yang mengharuskan memiliki akun Google Plus.

Hadir untuk menantang Facebook dan Twitter menjadi tugas utama yang dilakukan Google Plus. Sayang, kehadirannya bisa dikatakan terlambat.

Facebook yang hadir sejak 2004 dan Twitter pada 2006 telah mendominasi pasar media sosial dan memiliki pengguna dalam jumlah yang cukup besar. Mereka sudah menghadirkan banyak inovasi yang membuat nyaman pengguna dan enggan beralih ke platform lain.

Menurut data Comscore pada 2011 yang dilansir New York Times, pengguna Facebook mengunjungi 103 miliar halaman dan rata-rata menghabiskan waktu 375 menit di situs.

Bandingkan dengan pengguna Google yang hanya melihat 46,3 miliar halaman dan menghabiskan waktu 231 menit di platform.

Masa sulit Google Plus dimulai saat Vic Gundotra meninggalkan perusahaan. Hal itu membuat jejaring media sosial itu sulit berkembang. Layanan video call Hangouts pun dipisah menjadi aplikasi tersendiri.

Setelah berada di masa-masa sulit, Google Plus dijuluki sebagai kota hantu yang tidak banyak aktivitas di sana.

Jumlah pengguna media sosial tersebut tergolong rendah. 90 persen sesi pengguna Google Plus hanya berlangsung kurang dari lima detik.

Tidak berhenti sampai di situ. Pada Oktober 2018, Google Plus juga terkena masalah kebocoran data pengguna yang disebabkan oleh bug. Celah keamanan yang muncul ini memungkinkan pengembang aplikasi mengambil data profil non publik dan daftar teman pengguna.

Data yang telah diambil diperkirakan mencapai lebih dari 52 juta data, yang berupa nama lengkap pengguna, alamat email, tanggal lahir, jenis kelamin, foto profil, tempat tinggal, pekerjaan, dan status hubungan dari pengguna berpotensi terkena peretasan ini.

Setelah laporan kebocoran ini terungkap, Google akhir resmi memutuskan untuk menutup Google Plus.

Awalnya, proses penutupan akan berjalan hingga 10 bulan ke depan sejak Oktober 2018, namun Google memutuskan memulai penghentian pada 2 April 2019 dan menghapus semua data pengguna.